Adanya sebagian kaum muslimin yang terjerumus kedalam perbuatan syirik


Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria

Sungguh benar ucapan Rasul al-Amin, yang sangat bersemangat untuk menjaga keimanan dan keutuhan kaum mukminin dari kotoran dan bahaya syirik,

tatkala beliau bersabda

Kesyirikan lebih tersamar perkaranya dari pada semut kecil yang merayap di bukit Shafa

HR Abu Nu'aim didalam kitabnya Hilyahtu Auliya 3/36. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahihul Jami no: 3730

Dimana sebagian perbuatan syirik ada yang tersamar bagi sebagian para ulama, sehingga mereka terjerumus ke dalamnya. Penulis kitab ad-Diinul Khalish mengatakan, "Diantara jenis kesyirikan ada beberapa perkara yang tidak diketahui oleh para sahabat kecuali setelah lewat beberapa waktu lamanya, Lantas bagaimana dengan dirimu hingga dirimu dapat mengetahuinya tanpa memiliki ilmu. Sedangkan Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan kepada Nabi      -Nya:

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, yang hak) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan

QS Muhammad: 19

Dan Allah ta'ala juga menyatakan dalam firman -Nya

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu."Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi

QS az-Zumar: 65

Jika ini ditujukan kepada penghulu dan penutup para Rasul, lantas bagaimana kiranya dengan selain beliau dari kalangan manusia secara umum? Nabi Ibrahim 'alaihi sallam pernah berdoa yang diabadikan oleh

Allah ta'ala didalam firman -Nya

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala

QS Ibrahim: 35

Jika saja bapaknya para Nabi juga merasa takut terhadap dirinya serta anak keturunannya yang termasuk dari kalangan para nabi lalu apalagi yang bisa diharapkan dari selain beliau dari kalangan manusia yang bukan termasuk anggota kenabian? Dimana kesyirikan, perkaranya begitu samar lebih samar daripada semut kecil yang sedang merayap, yang menguji sebagian orang yang tidak memahami sedikit demi sedikit tentang masalah ini, biarpun suaranya lantang mengingkari namun hakekatnya dia bodoh tentang hakekat itu".[1]


Hingga ada sebagian ulama yang ditimpa musibah yaitu dengan terjatuh kedalam beberapa perbuatan syirik karena begitu samarnya perkara syirik dan belum tergambar dalam benak mereka hakekat kesyirikan yang dengannya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus para Rasul untuk memberantasnya. Barangkali sebagian ulama tadi memiliki niat yang tulus pada sebagian ucapan dan perbuatan mereka yang telah terkontaminasi dengan kesyirikan. Akan tetapi, sebagaimana perkataan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, "Betapa banyak orang yang menghendaki kebaikan namun ia tidak memperolehnya".[2]


Kemudian, para ulama tadi yang akan kita sebutkan sebentar lagi, bukan berarti saya sedang menjatuhkan vonis bahwasannya mereka adalah orang-orang musyrik, sebab menghukumi secara umum itu lebih mudah dan ringan pada banyak kasus permasalahan dari pada memvonis secara individu. Karena bisa jadi ada kasus tertentu yang mengharuskan seseorang divonis kafir atau musyrik akan tetapi tercegah karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat yang ada atau terhalangi oleh penghalang yang menyebabkan dirinya dihukumi kafir atau musyrik.


Contohnya, jika ada seorang muslim yang mempunyai syubhat tentang beberapa perkara syirik, maka untuk menghukuminya secara langsung harus hilang dahulu syubhat yang mengganjal tersebut, kemudian menegakankan hujah padanya terlebih dahulu, maka sebelum dilakukan dua hal tadi maka tidak boleh menghukumi pelakunya sebagai seorang musyrik atau kafir selama-lamanya.


Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama kita. Seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurahman Abu Bathin, [3] salah seorang ulama Nejed, beliau mengatakan, "Pendapat kami tentang hal itu, bahwa barangsiapa diantara pelaku kesyirikan ada yang meninggal sebelum sampainya hujah dan dakwah kepadanya (maka tidak dihukumi musyrik). Tapi, yang dihukumi ialah orang yang telah terkenal getol melakukan perbuatan syirik dan menjadikan sebagai bagian dari agamanya, lantas dirinya meninggal dalam kondisi seperti itu, maka dhohir orang tersebut, dirinya telah meninggal dalam kondisi kafir. Sehingga tidak boleh mendoakannya, menyembelih kurban untuknya dan bersedekah atas namanya. Adapun hakekat perkaranya maka kita serahkan kepada Allah azza wa jalla.


Sedangkan orang yang meninggal dalam kondisi seperti itu, lalu semasa hidupnya telah ditegakan hujah atasnya, kemudian dia tetap ingkar dan sombong maka orang seperti ini telah kafir baik secara dhohir maupun batinnya. Adapun sebelum ditegakkan hujah atasnya maka perkaranya kita serahkan kepada Allah ta'ala. Adapun orang yang tidak kita ketahui perilaku dan kondisi semasa hidupnya, kita juga tidak mengetahui mati dalam keadaan seperti apa, maka kita tidak boleh menghukumi kafir padanya, adapun perkaranya maka kita serahkan kepada Allah azza wa jalla".[4]


Imam Mujadid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juga mengatakan, "Dan kisah ini[5] memberikan sebuah faidah bahwa seorang muslim –bahkan seorang alim sekalipun- bisa saja terjatuh kedalam perbuatan syirik sedang dirinya tidak menyadarinya. Didalam kisah ini pula terdapat pelajaran untuk senantiasa belajar dan berhati-hati. Demikian pula memberi pelajaran bahwa seorang muslim yang berijtihad apabila berbicara dengan ucapan dusta sedang dirinya tidak mengetahuinya, lalu dirinya sadar kemudian bertaubat kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla seketika itu juga maka tidak boleh dihukumi kafir".[6]


Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan, "Kita tidak menghukumi kafir orang yang menyembah patung, yang berada diatas kuburannya Abdul Qadir Jailani dan patung yang berada diatas kuburan Ahmad Badawi, dan yang semisal dengan keduanya, karena ketidaktahuan mereka, dan tidak adanya orang yang mengingatkan perbuatan menyimpang tersebut".[7] Imam Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab juga mengatakan berkaitan tentang sebagian orang yang melakukan perbuatan syirik tidak semuanya kafir, dengan penjelasannya, "Karena tidak adanya orang yang melarang perbuatan tersebut dimasanya baik dengan lisan, atau dengan senjata dan pedang, begitu juga belum tegak hujah atas dirinya, dan belum ada yang menjelaskan jalan yang lurus".[8]


Maka pendapat yang benar dalam masalah menjatuhkan vonis syirik pada individu ialah tidak boleh menisbatkan kesyirikan pada seseorang yang melakukannya melainkan setelah hilang syubhat yang ada didalam benaknya, dan setelah iqamatul hujah padanya. Oleh karena itu Syaikhul Islam menjelaskan tentang sekte Jahmiyah (yang telah terjatuh dalam kesyirikan dengan cara menta'thil), beliau menerangkan, "Oleb sebab itu saya katakan tentang Jahmiyah dari kalangan haluliyah dan nufaat yang menafikan kalau Allah ta'ala berada diatas Asry -Nya dan juga bencana yang mereka hasilkan. Yang kalau seandainya saya mencocoki pemikirannya niscaya saya menjadi kafir, sebab saya telah mengetahui bahwa pemikirannya adalah kafir, tapi kalian bagiku tidaklah kafir karena kalian tidak mengetahui hakekatnya".[9] Hal ini Beliau sampaikan kepada para ulama mereka, qadhi, guru dan juga para penguasanya.


Maka setiap orang dari kalangan umat ini yang terjatuh kedalam salah satu dari perbuatan syirik maka kita tidak boleh menghukuminya bahwa mereka adalah kaum musyrikin kecuali bila ada bukti yang menunjukan bahwa hujah telah ditegakkan atas mereka, dan syubhat yang ada dikepalanya telah dihilangkan. Sebab tidak semua orang yang kedapatan melakukan perbuatan syirik dihukumi dirinya seorang musyrik -kecuali dari perkara yang telah diketahui secara pasti didalam agama ini-  Sebagaimana keterangan para ulama kita.


Dan jika kita perhatikan pada mayoritas firqah yang terjatuh ke dalam kesyirikan maka kita dapati bahwa kebanyakan diantara mereka memiliki syubhat dari apa yang mereka ucapkan dan mereka kerjakan. Inilah faktor yang menghalangi kita untuk menghukumi mereka secara individu bahwa mereka adalah orang-orang musyrik. Akan tetapi, jangan dipahami bahwa orang yang tidak mempunyai syubhat, atau syubhatnya termasuk dari perkara agama yang telah banyak diketahui secara pasti oleh orang banyak, lalu hujahpun telah ditegakkan atasnya, kemudian kita tidak menghukumi pelakunya sebagai seorang musyrik, semacam aliran Batiniyah, Nushairiyah, dan orang-orang ekstrim dari aliran Rafidah. Sebab banyak bukti yang menunjukan bahwa para ulama kita telah menjatuhkan vonis kafir secara individu pada sekte-sekte tadi.


Selanjutnya, walaupun kita tidak menyematkan pada seseorang secara person bahwa dirinya termasuk orang musyrik, tapi, tidak mengapa bila kita menyebut orang yang telah melakukan salah satu dari perbuatan syirik tersebut, dalam rangka untuk mengingatkan orang banyak dari bahaya syirik dan nasehat bagi umat secara umum. Berpijak dari asas inilah maka akan saya sampaikan beberapa orang yang telah terjatuh pada salah satu dari perbuatan syirik, baik dirinya melakukan dengan sengaja atau tanpa unsur kesengajaan.


Misalkan, perbuatan syirik dengan menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam perkara yang berkaitan dengan Dzat, sifat dan perbuatan -Nya, dengan cara menta'thilnya maka banyak dikalangan para ulama besar dari kalangan Jahmiyah dan Mu'tazilah yang telah terjatuh kedalamnya. Sebagaimana hal itu juga banyak menimpa para ulama besar dari kalangan Asya'irah dan Maturidiyah. Atau sebagian ulama yang condong pada pendapat Qadariyah atau condong pada pendapat Jabriyah. Begitu pula ada sebagian ulama yang jatuh dalam pemikiran sufi yang mempunyai keyakinan wihdatul wujud.


Adapun kesyirikan dalam perkara yang berkaitan dengan Dzat Allah, nama, sifat dan perbuatan -Nya, dengan cara mengambil tandingan bagi -Nya, maka hal ini juga telah banyak menimpa kalangan Syi'ah dan Ahlu Sunah yang terlalu ektsrim didalam menyerupakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan makhluk. Baik penyerupaannya dari segi Dzat -Nya, sifat atau perbuatan -Nya.


Yaitu dengan menetapkan sebagian sifat-sifat yang menjadi kekhususan  Allah ta'ala dengan sifat makhluk. Seperti yang dilakukan oleh orang Rafidah terhadap Ali dan para imamnya. Begitu pula yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw terhadap Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagian orang yang berprasangka baik pada orang-orang tertentu bahwasannya mereka adalah para wali Allah Shubhanahu wa ta’alla yang punya kesempurnaan dan punya kekhususan ini dan itu. Hingga sampai pada tingkat menjadikan mereka sebagai tandingan bagi Allah azza wa jalla. Dan akan datang insya Allah beberapa contoh dalam masalah ini.


Adapun kesyirikan dalam perkara menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam peribadatan, maka tidak mengapa bila kita sampaikan. Betapa banyak dari kalangan para ulama yang ma'ruf didalam umat ini, yang terjatuh dalam perbuatan syirik kepada Allah ta'ala –dan mereka masih dalam kesyirikannya-, semacam berdoa kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, beristighotsah kepada selain Allah pada perkara yang harus ditujukan kepadaNya, meminta perlindungan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla pada perkara yang menjadi kekhususan –Nya, bernadzar, melakukan penyembelihan, serta berbagai macam ibadah kepada selain Allah ta'ala. Dengan argumen sedang bertawasul kepada -Nya melalui jalan para wali dan penghuni kubur.


Maka tatkala kesyirikan semacam tadi banyak menyebar ditubuh kaum muslimin hingga sampai pada tingkatan seperti ini maka para ulama yang telah mendapat cahaya -Nya dengan tersinari hatinya dengan cahaya tauhid dan mengetahui hakekat syirik bergerak untuk memberantas dan menjelaskan kepada umat, selaras dengan kandungan yang ada dalam ucapan kenabian, seperti sabdanya:

Senantiasa akan ada sekelompok dari kalangan umatku yang berada dalam kebenaran, orang yang menyelisihi dan menterlantarkannya tidak akan memadharatkannya hingga datang urusan Allah

hari kiamat

Mereka adalah para ahli hadits dan atsar dari kalangan umat ini. Dan akan datang penukilan beberapa contoh para ulama mujtahid yang terkenal dalam masalah ini yang telah memerangi perbuatan syirik dan khurafat dengan berbagai macam jenisnya pada pembahasan yang akan datang.


Peran Ulama Dalam Memerangi dan Memberantas Praktek Syirik Dan Penyelewengan Aqidah

Sungguh benar kabar gembira kenabian yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu

‘alaihi wa sallam dalam sabdanya

Ilmu ini akan dipikul dari setiap generasi orang-orang yang adil, yang akan memurnikan penyelewengan dari orang-orang yang melampaui batas dan perusakan dari orang yang batil serta penyimpangan dari orang bodoh

HR Ibnu Bathah dalam kitabnya al-Ibanah no: 33. dengan sanad hasa

Sesungguhnya, manakala muncul berbagai perilaku kesyirikan baik dalam masalah sifat maupun perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla, yaitu dimasa sebagian sahabat kecil, mereka sudah berdiri tegak sebagai benteng kokoh yang menghalau perbuatan syirik tersebut, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum tatkala menentang syirik Qadariyah. Dan kedunya menjelaskan bahwa tidak ada keimanan tidak pula tauhid bagi orang yang tidak mau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk, takdir yang enak ataupun yang pahit.


Demikian pula tatkala muncul syirik ta'thil dengan menafikan sifat-sifat Allah azza wa jalla dan menafikan beberapa perkara rububiyah, maka para tabi'in serta orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan para ulama ahli hadits bangun untuk melawan keyakinan-keyakinan menyimpang ini dengan menjelaskan sebaik-baik penjelasan. Dimana ada sebagian mereka yang menulis buku secara khusus sebagai bantahan untuk membela aqidah tauhid dan menjelaskan hakekat kesyirikan. Dan sebagian mereka ada yang mengumpulkan ucapan para ulama salaf dalam sebuah kitab yang berkaitan dengan masalah aqidah.


Pada tahun kedua hijriyah misalkan, para ulama telah banyak membantah berbagai perilaku kesyirikan yang dituangkan dalam tulisan-tulisan mereka. Baik tulisan yang terkandung dalam buku-buku hadits atau tulisan-tulisan yang memang membahas secara tersendiri dalam masalah ini. Dan barangkali orang pertama yang menulis kitab yang berkaitan dengan masalah ini ialah sebuah tulisan yang dinisbatkan pada Imam Abu Hanifah rahimahullah yang berjudul Fiqhul Akbar, walaupun ada sedikita catatan yang perlu dikoreksi dalam masalah aqidah, didalam buku tersebut Imam Abu Hanifah mencantumkan aqidah ahlu sunah secara global, dan membantah para pelaku kesyirikan yang telah menta'thil sifat-sifat Allah azza wa jalla.


Pada waktu yang bersamaan ada beberapa ulama yang mengumpulkan hadits-hadits serta atsar secara bersambung sanadnya dalam masalah aqidah ahlu sunah, diantaranya Hamad bin Salamah (w 176 H). Abdurahman bin Mahdi (w198 H), serta sederat ulama lainnya. Dalam rangka menjaga kemurnian aqidah dan membantah keyakinan syirik ta'thil yang menyebar pada masa tersebut dan mereka yang hidup sezaman dan menjumpai masa perkembangan aqidah batil tersebut, yaitu menta'thil beberapa sifat Allah azza wa jalla.

Tidak ketinggalan Imam Syafi'i (w 204 H) juga menulis sebuah buku yang dinisbatkan padanya berjudul Fiqhul Akbar. Didalam buku tersebut beliau memperingatkan umat tentang bahaya dan ancaman berbagai jenis kesyirikan ta'thil. Inilah beberapa karangan para ulama yang hidup pada generasi pertama yang menulis secara khusus tentang masalah ini, sebagian tulisan-tulisan tadi sampai sekarang ada, namun sebagian yang lain hilang tidak diketahui di mana rimbanya.


Kemudian datang generasi setelahnya yang menulis buku secara spesifik dalam bab aqidah dengan sedikit ringkas dan rinci sambil dibarengi dalil al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi serta atsar para ulama salaf, tepatnya pada abad ke tiga hijriyah, baik tulisan yang membawa judul dengan nama Iman atau dengan nama Sunah. Lalu dipenghujung abad ke tiga hijriyah dan masuk diawal abad ke empat buku yang membicarakan tentang aqidah menggunakan istilah penamaan Tauhid kemudian Syari'ah. Setelah itu dengan istilah Aqidah dan Ushuludin.


Para penulis dari kalangan salaf sholeh yang hidup pada masa ini, semuanya menyebutkan dalam tulisan-tulisan mereka peringatan agar tidak terjerumus dalam kesyirikan, baik syirik yang berkaitan dengan menta'thil nama-nama Allah Shubhanahu wa ta’alla, sifat-sifat -Nya, atau yang berkaitan dengan perbuatan -Nya.  Dimana mereka memulai tulisannya dengan mengingatkan manusia dari bahaya pemikiran Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Asya'irah, Maturidiyah, Itihadiyah dan firqah sesat lainnya.


Sebagaimana ditulis ditengah-tengah itu buku-buku yang membantah sebagian firqah sesat, seperti kitab ar-Radd 'ala Jahmiyah yang ditulis oleh Imam Darimi, kitab ar-Radd 'ala Bisyir Mirisi yang keras kepala yang juga ditulis oleh beliau, kitab Khalqu Af'aalil Ibaad yang ditulis oleh Imam Bukhari, serta buku-buku lain yang ditulis oleh para ahli hadits yang kapabel.


Selain itu juga muncul peringatan dari para ulama tentang beberapa firqah yang telah keluar dari syariat Islam dengan sebab sikap ekstrim, melampaui batas dan meremahkan syariat Islam. Semua itu masuk dalam kategori usaha keras yang dikerahkan oleh para ulama salaf untuk memperingatkan umat dari bahaya syirik ta'thil dengan berbagai macam jenisnya.


Adapun usaha keras para ulama melawan kesyirikan yang membikin tandingan bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam masalah rububiyah, begitu pula kesyirikan peribadatan dan hubungan hamba bersama Rabbnya, bisa dilihat dalam penjelasan dan peringatan-peringatan para ulama salaf yang dituangkan dalam tulisan-tulisan yang berkaitan dengan aqidah dan syariat. Begitu juga, tidaklah dijumpai sebuah kitab dari buku-buku fiqh dari kalangan empat madzhab melainkan disinggung masalah ini.

References

[1] Dinul Khalis 1/138-141 oleh Shidiq Hasan Khan. 

[2] Atsar ini diriwayatkan oleh Darimi dalam sunannya 1/79 no: 204. 

[3] Beliau adalah Abdullah bin Abdurahman Abu Bathin. Lahir pada tahun 1194 H. Menjadi Qadhi dibeberapa wilayah, beliau banyak mempunyai tulisan yang berkaitan tentang masalah Aqidah, dan pembelaan kepada dakwah Imam Mujadid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Mendapat julukan sebagai Mufti negeri Nejed. Meninggal di kota Syaqraa' pada tahun 1282 H. Lihat biografinya dalam kitab Ulama Nejed Khilal Sitata Qurun 2/234 oleh Abdullah bin Abdurahman al-Bassam. 

[4] Majmu'ah Rasa'il wal Masa'il Nejdiyah 4/735. 

[5] Maksudnya ialah kisah yang disebutkan dalam hadits ada seseorang yang begitu senang mendapatkan perbekalaanya setelah putus asa dan pasrah untuk mati, "Ya Allah Engkau adalah hambuku dan saya adalah Rabbmu". 

[6] Kasyfu Syubhat hal: 45-46. 

[7]Majmu'ah Mu'alifaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Fatawa wa Masa'il 9/11. 

[8]Dinukil dari kitab Hidayah Saniyah 46/47 oleh Sulaiman bin Samhan. 

[9]Radd ala Bukairi hal: 46.

Previous article

Related Articles with Adanya sebagian kaum muslimin yang terjerumus kedalam perbuatan syirik

Mengetahui AllahIt's a beautiful day