Akar Kesyirikan Dalam Asma dan Shifat Allah Ta'ala


Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria

Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang -Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:

Kapan Dan Bagaimana Kesyirikan  Bisa Terjadi Di Umat Ini:

Sesungguhnya diantara kenikmatan yang diberikan kepada umat ini oleh Allah azza wa jalla ialah tatkala diutusnya Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai seorang utusan pada bangsa manusia dan bangsa Jin, disaat terjadi masa kekosongan para rasul.[1] Dimana saat itu penduduk bumi berada dalam kesesatan, baik orang Arabnya maupun non Arab melainkan segelintir saja orang yang selamat dari kalangan ahli kitab.[2] Manusia pada saat itu terbagi menjadi dua kelompok, ada yang sebagai ahli kitab, yang masih berpegang teguh dengan kitab yang sudah dirubah ataupun telah di hapus, mengamalkan agama yang sebagianya tidak jelas, lalu sebagiannya lagi ditinggalkan. Atau menjadi kelompok kedua yaitu sebagai orang yang umi, baik dari kalangan orang Arab maupun non Arab.

Selanjutnya ada diantara mereka yang berusaha untuk mencari agama lurus, yang bisa dijadikan sebagai pegangan hidup. Akan tetapi, mayoritas dari mereka lebih senang untuk beribadah kepada segala perkara yang dianggap baik, dan mengira mampu memberi manfaat pada dirinya. Baik berupa Jin atau patung atau kubur atau berhala atau pun yang lainnya. Manusia pada zaman Jahiliah betul-betul dalam kebodohan, mereka mengira bahwa ucapannya adalah ilmu namun kenyataannya adalah kebodohan, mereka mengerjakan sesuatu yang dikiranya baik, namun, ternyata buruk, melakukan ritual ibadah yang dikira datang dari sisi Allah Shubhanahu wa ta’alla, tapi, ternyata hanya sekedar perbuatan yang dihiasi oleh setan dan keinginan hawa nafsu belaka, yang mereka dapati telah turun temurun dikerjakan oleh nenek moyangnya.

Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi hidayah umat manusia dengan di utusnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Hidayah yang meninggikan para pemiliknya, memecahkan problematika para pencarinya. Dengannya Allah Shubhanahu wa ta’alla membuka mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang terkunci. Setelah melalui perjuangan keras untuk memerangi mereka, berjibaku dengannya, dengan penuh kelembutan dan sikap yang bijak, dengan ilmu dan hujah yang menghujam bagi orang yang sombong dan ingkar. Bukti yang menunjukan hal itu ialah sikap orang kafir Quraisy bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, hingga akhirnya beliau hijrah ke kota Madinah.

Lalu datanglah pertolongan Allah Shubhanahu wa ta’alla setelah itu, diteguhkan perkaranya, dan dijadikan tegak agamanya. Masa pertolongan -Nya pun datang, hingga akhirnya manusia masuk kedalam agama Islam berbondong-bondong, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatukan mereka diatas agama Islam, sebagai agama tauhid, milahnya Ibrahim yang lurus, setelah sebelumnya mereka ditimpa permusuhan, pertengkaran dan peperangan. Runtuhnya dekadensi moral, akhlak, agama dan keyakinan.

Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan hati-hati mereka saling menyayangi, dengan sebab limpahan nikmat -Nya mereka berubah menjadi bersaudara. Patung dan berhala dihancurkan, menghapus segala peribadatan kepada berhala dengan corak dan ragamnya. Patung-patung dimusnahkan, kuburan orang sholeh diratakan, semua peribadatan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dimusnahkan, semisal kepada kubur, pepohonan, batu, berhala, patung, serta arca, yang semuanya merupakan sesembahan batil.

Setelah itu, mulailah akal mampu berpikir secara cerdas, yang tadinya terbelenggu dalam gurat kebodohan, dan selalu terbelakang, terus merangkak naik pada pemahaman tauhid, yang tadinya berada dalam kubangan syirik, selanjutnya hati mereka berubah senantiasa mengarah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, baik itu seorang nabi yang diutus, atau seorang malaikat terdekat sekalipun, hingga akhirnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menyempurnakan perkara agamanya, meninggikan kalimat -Nya, lalu seluruh nya berubah menjadi agama   -Nya.

Manakala Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menyempurnakan nikmat kepada nabi -Nya beserta umatnya, menampakan kebenaran yang dibawanya, menerangkan jalan yang mengantarkan pada surga -Nya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla memanggil beliau, pertanda tugas sudah selesai, lalu agama yang ditinggalkan dalam peradaban dan kemajuan yang tinggi, mampu mengungguli seluruh umat yang lain, untuk membuktikan bahwa agama yang hak adalah miliknya Allah azza wa jalla.

Selanjutnya estafet kepemimpinan agama dipegang oleh para sahabat radhiyallahu 'anhum, mereka adalah generasi yang mengambil sumber metode beragama, beramal sholeh dan keyakinannya langsung dari Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, kehidupan mereka adalah murni untuk kemuliaan Islam, sedikit maupun banyak. Sungguh, al-Qur'an turun dengan menggunakan bahasa mereka sehingga mereka bisa memahami apa yang di inginkan oleh Allah ta'ala. Sekali membutuhkan penjelasan maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam segera menjabarkan dengan sunahnya.

Selanjutnya, pada masa khilafah Abu Bakar dan Umar manusia berada pada satu umat dengan agama yang teguh lagi kokoh, manakala pintu fitnah terdobrak dengan terbunuhnya Umar secara syahid, dilanjutkan syahidnya Utsman oleh para gembong penggerak fitnah, mulailah masing-masing bebas berpendapat, fitnahpun terus berlanjut, terjadilah perang Jamal, kemudian perang Shifin, muncullah sekte Khawarij yang mengkafirkan sederat nama dari tokoh-tokoh sahabat, berbarengan dengan itu muncul pula sekte syi'ah Rafidah dan Nawashib.

Faktor yang menyebabkan hal itu ialah berawal dari peristiwa sebelumnya, konon di zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, disana sudah berdiri dua negera adi kuasa yang saling bersaing satu sama lainnya, yaitu Persia dan Romawi. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menenggelamkan kekuasaanya, singgasana mereka diberangus oleh tangan-tangan perkasa para sahabat, tepatnya pada masa khalifah rasyid Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu. Maka tatkala kekuasaan Islam hampir mengusai seluruh penjuru dunia, mulai benua Asia, Afrika, serta yang lainnya. Maka banyak diantara penduduknya yang harus rela berada dibawah kekuasaan Islam baik senang maupun benci. Sedangkan dimasing-masing negeri yang berhasil ditaklukan tersebut sebelumnya telah mempunyai agama yang berbeda-beda, ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi serta agama besar lainnya.

Dan diantara umat-umat yang berhasil ditaklukkan oleh kaum muslimin adalah kaum yang mempunyai peradaban dan kekuasaan militer besar, semisal Majusi dan Romawi. Sehingga ada diantara mereka yang merasa sombong dan anti untuk tunduk dibawah hukum Islam dan kekuasaan kaum muslimin, apalagi bila mereka mengetahui kalau sebelumnya orang Arab adalah kaum rendahan dan paling terbelakang, tidak pernah diperhitungkan sama sekali dalam dunia peradaban pada saat itu.

Seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi diawal munculnya, mereka berusaha untuk menentang Islam dan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan berbagai macam trik dan cara, berusaha untuk menghabisi nyawa nabi dan para tokoh yang membawa ajarannya, dengan segala macam cara, membikin tipu daya, berbuat makar, serta usaha-usaha pembunuhan lainnya. Mereka pura-pura masuk Islam dengan tujuan ingin merusak dari dalam, membikin barisan kaum muslimin tercerai berai, karena dianggap tidak mudah, maka mereka mulai mengatur strategi, menggunakan metode yang jitu, bila perlu mereka akan membuka kesempatan kerjasama dengan sesama musuh Islam lainya, bersekutu bersama kaum Majusi maupun Nasrani, India atau yang lainnya. Mereka mengatur target setiap kelompok mempunyai tugas untuk merusak aqidah kaum muslimin, dengan didasari sebuah slogan bahwa mereka tidak mungkin untuk menyerbu kaum muslimin secara langsung kecuali dengan cara merusak aqidah mereka terlebih dahulu.

Mulailah hasil kerja sama tersebut nampak membuahkan hasil, sedikit demi sedikit namun pasti, Khalifah Rasyid Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu berhasil dibunuh oleh orang Majusi, yang barangkali itu hasil dari perundingan dan kerja sama antara Yahudi dan Majusi. Kemudian khalifah selanjutnya juga mati terbunuh, oleh para pemberontak, yang diotaki oleh para tokoh-tokoh Yahudi dan Majusi.[3] Secara tegas Imam Ibnu Hazm mengemukakan hal diatas dalam sebuah pernyataannya, beliau mengatakan, "Akar masalah dari banyaknya kelompok yang berafiliasi keluar dari agama Islam ialah bermula dari Persia yang sebelumnya memiliki kerajaan yang luas, mampu menguasai banyak kaum, mengklaim paling berkuasa, hingga mereka menamai dirinya sebagai bangsa merdeka tanpa intervensi dari yang lain, bahkan mereka menganggap seluruh umat adalah hamba sahayanya. Maka tatkala Allah Shubhanahu wa ta’alla menurunkan bencana dengan membumi hanguskan negeri mereka tanpa tersisa kerajaanya melalui tangan-tangan perkasa orang Arab, sedang kaum Arab adalah komunitas yang tidak diperhitungkan sama sekali, mulailah sesak dada mereka, musibah yang dirasakan seakan berlipat-lipat, makanya mereka membikin tipu daya untuk bisa memerangi Islam, dalam segala kondisi dan waktu, setelah itu mereka punya ide bahwa makar akan lebih berhasil dari memusuhi.

Lalu sebagian diantara mereka ada yang pura-pura masuk Islam, dengan memakai jubah tasyayu', dirinya menampil sebagai sosok yang mencintai keluarga Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, mencuatkan bahwa Ali bin Abi Thalib telah dizalimi oleh para sahabat lainnya. [4] Selanjutnya mereka menempuh segala sarana, hingga mereka berhasil mengeluarkan pemeluknya dari agama Islam. Lalu ada sekelompok mereka yang menyempalkan  kedalam aqidah kaum muslimin keyakinan adanya seorang maksum yang ditunggu-tunggu akan keluar sebagai Imam Mahdi, yang akan membawa agama hakiki, oleh karena itu tidak boleh mengambil agama dari orang  lain diluar kelompoknya yang dianggap kafir.

Lalu ada kaum yang mengaku sebagai seorang nabi, adapula yang menempuh metode-metode lain, hingga ada yang menggagas pemikiran hulul (manunggaling kawula gusti), serta gugurnya kewajiban syariat. Ada pula yang mempermainkan kaum muslimin, dengan mewajibkan sholat lima puluh kali sehari semalam, sebagaimana ditempuh oleh Abdullah bin Saba' al-Humari [5] seorang Yahudi tulen.  Sesungguhnya –semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla melaknatnya- pura-pura masuk Islam untuk membikin makar para pemeluknya, dialah tokoh dibalik pemberontakan dan terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu.

Melalui makar inilah, lalu berkembang dengan munculnya sekte Isma'iliyah, Qaramitah, dua sekte yang secara terang-terangan menunjukan sikap keluar dari agama Islam, yang punya pemikiran murni agama Majusi, kemudian madzhab Muzdik al-mubid. Maka tatkala manusia sudah masuk dalam dua perangkap ini maka dengan mudahnya mereka mengeluarkan pengikutnya dari agama Islam sekehendak mereka, karena itulah hakekat tujuan inti mereka".[6] Kelompok sempalan pertama yang muncul adalah sekte Syi'ah, dalam waktu yang bersamaan muncul sekte Khawarij sebagai kelompok yang menyempal dari agama Islam, walaupun sebelumnya dua pemikiran ini telah ada namun dengan pemikiran yang masih terselubung. Dan dua sekte inilah yang paling banyak bertanggung jawab sebagai biang kerok perpecahan yang terjadi ditubuh umat Islam.

Seperti dijelaskan oleh Syahrastani dalam keterangannya beliau mengatakan, "Dari dua sekte ini mulailah muncul bid'ah baru dan kesesatan baru, terjadi perpecahan yang beraneka ragam, yang bila diperhatikan sejatinya bersumber dari dua akar permasalahan:

Pertama: Perbedaan dalam masalah siapa yang lebih berhak untuk menjadi khalifah.

Kedua: Perbedaan dalam masalah pokok agama. Adapun perbedaan dalam masalah khilafah, siapa yang lebih berhak maka inipun bersumber pada dua akar masalah:

Pertama: Pendapat yang berargumen bila khilafah diangkat melalui proses sebuah kesepakatan dan pilihan.

Kedua: Pendapat yang mengatakan khilafah sudah ditujuk sebelumnya dan ditentukan oleh nash.

Sedangkan perbedaan dalam masalah pokok agama maka muncul diakhir-akhir masa para sahabat, semisal bid'ahnya Ma'bad Juhani, [7]Ghailan Dimasqi.[8] Pemikiran tidak adanya takdir, dan pengingkaran adanya takdir yang buruk.[9] Dan sebelumnya para sahabat telah mengingkari pemikiran semacam ini, semisal Ibnu Umar,[10] Ibnu Abbas[11] serta sahabat lainnya.

Selanjutnya muncul bid'ah Murjiah, lalu bid'ah Jahm bin Shafwan, yang berkembang di negeri bagian timur, dan fitnahnya semakin membesar. Pemikiran yang diusung yaitu menafikan bahwa Allah ta'ala mempunyai sifat, pemikirannya mampu melahirkan keraguan bagi para pemeluk agama Islam, dan menimbulkan efek yang sangat buruk bagi agama ini, serta melahirkan berbagai petaka.

Ditengah-tengah ketimpangan aqidah tersebut munculnya madzhab Mu'tazilah yang di gagas oleh Washil bin Atha'[12] dalam bentuk pemikiran. Anak yang lahir dari madzhab ini ialah senang mendebat, dengan menjadikan sebagai tonggak pemikirannya dari ilmu filsafat Yunani, dan mereka sangat mendewakan akal. Mereka berhasil banyak merubah pemahaman aqidah yang benar, meletakan pondasi bid'ahnya dengan asas yang mencocoki akal dan hawa nafsunya.

Selanjutnya madzhab-madzhab politik dan pemikiran tadi mengalami perkembangan pesat, terpecah belah dengan firqah yang sangat banyak hingga ada sebagiannya yang keluar dari ruang lingkup agama Islam, sebagaimana dimaklumi bersama.[13]

References

[1] . Disadur dari surat al-Maa-idah ayat: 19. 

[2] . Disadur dari hadits shahih yang dibawakan oleh Imam Muslim no: 2865.

[3] . Lihat keterangan ini secara panjang lebar dalam kitab al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116. oleh Ibnu Hazm. al-Milal wa Nihal 10/15-22 oleh Syahrastani. Siyar a'lamu Nubala 11/326 oleh Dzahabi. al-Khathath 2/331-343 oleh al-Miqrizi serta yang lainnya

[4] . Tidak pernah terjadi satu peristiwa pun yang menjelaskan bahwa para sahabat berbuat lalim kepada Ali bin Abu Thalib, seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Rafidah. Ucapan tersebut hanyalah cara dan sarana yang diangkat untuk bisa mencapai niat busuk orang-orang Rafidah. 


[5] . Dia adalah Abdullah bin Saba' as-Sauda' al-Humairi, ash-Shan'ani, al-Yamani. Yahudi tulen, tokoh pematik fitnah besar ditubuh umat ini. Meninggal pada tahun 40 H. Lihat keterangan yang ditulis oleh D. Sa'di Mahdi al-Hasyimi dalam kitabnya Ibnu Saba' Haqiqah laa Khayal (Tokoh Ibnu Saba' Sebuah Kenyataan Bukanlah Fiktif). Dan lihat pula dalam kitab al-A'laam 4/88 oleh az-Zarkali.

[6] . al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116. oleh Ibnu Hazm. al-Firaq bainal Firaq hal: 284-285 oleh al-Baghdadi. Bayan Aqidah Batiniah wa Buthlaniha hal: 19 oleh ad-Dailami. 


[7] . Dia adalah Ma'bad al-Juhani, al-Bashari, generasi tabi'in. Penyeru kesesatan, dikatakan oleh Imam Daruquthni, "Haditsnya diterima namun pemikirannya ditolak". Para ulama salaf banyak yang membantahnya berkaitan dengan pengingkaran takdir yang dilakukannya. Dibunuh oleh Abdul Malik pada tahun 80 H. Lihat keterangannya dalam kitab Tahdzib Tahdzib 5/489 oleh Ibnu Hajar. 

[8] . Dia adalah Ghailan bin Abi Ghailan Muslim. Punya pemikiran mengingkari adanya takdir, orang sesat, termasuk temannya al-Harits al-Kadzab yang mengaku sebagi nabi, dan dia termasuk orang yang mengimani kenabiannya. Mati dibunuh pada tahun 80 H. Lihat keterangannya dalam kitab Lisanul Mizan 4/424 oleh Ibnu Hajar.

[9] . al-Milal wa Nihal 1/17-22 oleh Syahrastani. 

[10] . Bisa dilihat riwayatnya didalam shahih Muslim no: 8.

[11] . Atsarnya bisa dilihat dalam riwayatnya Abu Ashim dalam kitabnya as-Sunah hal: 79. asy-Syari'ah hal: 238 oleh al-Ajuri. Syarh Itiqad Ahlu Sunah no: 1116 oleh al-Lalaika'i. al-Mathalib al-Aliyah no: 2936 oleh Ibnu Hajar. 

[12] . Dia adalah Washil bin Atha' al-Bashari, jenius, ahli filsafat, gagap tidak bisa mengucapkan huruf dengan jelas, mendengar dari Hasan Bashri dan yang lainnya. Abu Fath al-Azdi menjelaskan, "Laki-laki jelek lagi kafir". al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan, "Tokoh Mu'tazilah yang diagungkan". Lahir pada tahun 80 H di kota Madinah. al-Mas'udi mengatakan, "Tokoh Mu'tazilah yang sudah lama menganut pemahaman ini dan merupakan gurunya". Tokoh pertama yang punya pernyataan al-Manzilah bainal Manzilatain. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 5/464 no: 210 oleh Dzahabi. Lisanul Mizan 6/214-215 no: 752 oleh Ibnu Hajar.

[13] . al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116. oleh Ibnu Hazm. al-Milal wa Nihal 1/15-22 oleh Syahrastani. Siyar a'lamu Nubala 11/236 oleh Dzahabi. al-Khathath 2/331-343 oleh al-Miqrizi. serta yang lainnya.  






Next article

Related Articles with Akar Kesyirikan Dalam Asma dan Shifat Allah Ta'ala

Mengetahui AllahIt's a beautiful day